KARAKTER MARYAM DALAM AL-QUR’ĀN

 

Prinsip hukum yan tidak terbantahkan dalam Islam adalah bahwa teks al-Qur’an turun ke bumi melalui lisan Nabi Muhammad Saw. Secara berangsur-angsur situasional, kondisional, dan berproses selama 23 tahun. Realitas historis tersebut menunjukkan bahwa al-Qur’an dalam membangun sebuah kultur dan memecahkan sebuah persoalan selalu melalui proses ijtihad yang memperhatikan realita fenomena dan dinamika yang terjadi di tengan masyarakat. Dengan demikian dinamika al-Qur’an selanjutnya tidaklah statis, tetapi dinamis yang mengandaikan adanya pemikiran-pemikiran implementatif yang progresif sehingga cepat membumi membangun peradaban umat manusia.

Filsuf Aristoteles juga mengalami kesulitan dalam menangkap pesan yang terdapat dari sebuah kitab suci, karena pesan tersebut tertulis dalam Bahasa Tuhan (Bahasa Ilahiah) yang mencoba berkomunikasi kepada manusia yang memiliki otoritas bahasanya sendiri. Dari sinilah urgensi penafsiran/kajian mendalam pemahaman sebuah teks suci, sehingga diperlukan seorang Rasul yang mampu menerjemahkan Bahasa Ilahiah ke dalam Bahasa manusia. Demikian juga al-Qur’an yang turun ke bumi menggunakan Bahasa Ilahiah yang tidak dimengerti manusia, maka diutus Muhammad sebagai perantara untuk mengkomnunikasikannya dengan bahasa manusia. Jadi seorang Rasul memiliki peranan penting dalam proses transformasi dari Bahasa Ilahiah ke dalam bahasa manusia, sebab jika terjadi kesalahpahaman tentang pesan Tuhan, maka akan membawa dampak pada kehidupan manusia.

Tulisan saudara Dr. Mustaqimah, M.A. dengan judul Karakter Maryam  dalam al-Qur’an memberikan pencerahan kepada pembaca bahwa kisah Maryam adalah sosok perawan mulia yang mengandung Isa as. karena mukjizat dari Allah. Konsep kelahiran Isa adalah suatu kejadian yang tidak normal dalam kacamata medis. Tetapi karena iradah dan kekuasaan Allah yang ingin memperlihatkan kekuasaan-Nya bahwa “Allah tidak terikat oleh sebab hukum, tetapi Dia menolak dan mengontrol hukum itu”. Kemahakuasaan Allah dapat juga dilihat pada kisah Isa ibunya Maryam, Zakaria dan isterinya adalah bukti kemukjizatan dan kekuasaan Allah.

Dalam tulisan ini, penulis menggambarkan deretan perempuan yang suci dan mengabdikan dirinya pada agama Allah yakni Maryam bin Imran, Khadijah binti Khuwailidy, dan Asiyah isteri Fir’aun. Mereka semua masuk dalam bingkai perempuan yang memiliki karakter agung, dan Inilah contoh teladan para perempuan yang ingin berkiprah dalam dunia publik. Ketika pemikiran gender menggaung di tengah masyarakat Muslim dengan konsep kebebasan tanpa batas, muncullah pemikiran bahwa perempuan mampu bersaing dengan kaum laki-laki dalam berbagai dimensi kehidupan.

Saya sangat bangga kepada penulis, karena di tengah kesibukannya sebagai seorang penghafal al-Qur’an, sebagai dosen, dan sebagai  ibu rumah tangga serta aktif dalam kegiatan organisasi kemasyarakatan, penulis mampu me-manage  waktu untuk meraih pendidikan tertinggi program doktor dan masih bisa berkarya menyumbangkan pemikiran umtuk bangsa dan negara. Semoga karya besar saudara Dr. Mustaqimah, M.A. ini menjadi ladang ilmu yang bermanfaat. Amin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *