Pesantren Ramah Lingkungan: Tumbuh atau Tumbang?

Penulis: Iim Halimatusa’diyah dkk.
Halaman: xx + 380
Ukuran: 15,5 x 23 cm
Harga: Rp. 145.000

 

Dalam beberapa dekade terakhir, isu lingkungan hidup semakin mendapat perhatian serius di tengah ancaman krisis lingkungan yang semakin meluas, seperti perubahan iklim, kerusakan hutan, pencemaran air dan udara, hingga hilangnya keanekaragaman hayati. Krisis tersebut tidak hanya mengancam lingkungan hidup, melainkan juga menyasar manusia yang menjadi bagian dari lingkungan. Kondisi itu tentunya tidak hanya menuntut tanggung jawab ilmu pengetahuan, melainkan dimensi etika, spiritualitas, dan tanggung jawab kolektif manusia sebagai khalifah di bumi dalam menyelamatkan lingkungan. Lebih jauh, krisis lingkungan menuntut keterlibatan dari berbagai macam aktor sosial-keagamaan, termasuk institusi keagamaan, juga menjadi sangat krusial karena agama memiliki posisi penting sebagai sumber inspirasi, motivasi, dan aksi untuk menjaga kelestarian alam.

Dalam merespons krisis tersebut, gagasan environmentalisme di dalam Islam—disebut environmentalisme religius atau green Islam—mulai muncul meluas. Gagasan environmentalisme ini berangkat dari ide bahwa Islam, sebagai sistem ajaran dan pandangan hidup, tidak bisa melepaskan diri dari tanggung jawab etis dan spiritual untuk menjawab persoalan lingkungan yang kompleks. Dalam konteks Indonesia, masyarakat Muslim semakin merasakan dampak dari krisis lingkungan.

Beberapa penelitian, tulisan, dan karya akademik hadir untuk memahami tren kemunculan dan ekspresi green Islam yang beragam di berbagai konteks sosial masyarakat. Dengan semangat yang sama, buku ini menyoroti bagaimana bentuk environmenta-lisme di pesantren—sebagai salah satu institusi pendidikan Islam tertua dan paling berpengaruh di Indonesia—yang berkembang melalui sistem nilai, pembelajaran, dan praktik kelembagaannya. Uniknya, dalam melahirkan environmentalisme, pendekatan pesantren tersebut tidak hanya bersifat tekstual-teologis, tetapi juga mencerminkan dinamika sosial, kultural, ekonomi, politik, dan ekologis yang dihadapi pesantren.

Dalam merespons krisis lingkungan, pesantren memiliki peran strategis. Pesantren tidak hanya tempat belajar agama, tetapi juga menjadi ruang pembentukan karakter, kultur, dan sistem nilai bagi para santri yang nantinya akan kembali ke masyarakat. Melalui jejaring sosialnya yang luas dan keberadaannya yang telah mengakar dengan masyarakat, pesantren memiliki pengaruh besar untuk menjadi motor penggerak perubahan sosial, termasuk dalam membangun kesadaran dan aksi kolektif untuk melestarikan lingkungan.

Melihat potensi strategis itu, environmentalisme pesantren muncul dalam ekspresi yang beragam melalui berbagai macam nilai, perilaku, praktik, dan program ramah lingkungan yang dikembangkan pesantren. Beberapa pesantren bahkan telah memulai inisiatif lingkungan dengan pendekatan khas mereka—mulai dari pengelolaan sampah berbasis pesantren, pertanian organik, penghijauan kawasan, pendidikan lingkungan, dan integrasi konseptual antara ajaran Islam dan lingkungan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *