Pada 2014 Pak Ahmad Fadhil, Ketua Jurusan Bimbingan Konseling
Islam (BKI) meminta saya mengajar mata kuliah sosiologi di kelas BKI. Mata kuliah ini pernah diajarkan di SMA/Aliyah. Jadi jika saya mengajarkan
pengantar sosiologi lagi tentu saja akan sangat membosankan. Lalu saya berpikir untuk menugaskan mereka membentuk kelompok kecil dan masing-masing kelompok harus menulis makalah tentang satu persoalan sosial.
Kelompok kecil dibuat melalui pengundian, sedangkan masalah penelitian sepenuhnya mereka tentukan sendiri. Hanya saja sebelum mengadakan penelitian masing-masing kelompok perlu presentasi di depan kelas tentang apa yang akan mereka teliti. Ini dilakukan untuk memastikan visibilitasnya.
Setelah itu saya memberikan gambaran umum tentang apa itu sosiologi, bagaimana penelitian sosiologi dilakukan dan apa saja isu-isu yang menjadi perhatian sosiologi. Selanjutnya, mereka mengadakan penelitian. Pada pertemuan-pertemuan selanjutnya waktu di kelas saya bagi dua sesi. Sesi pertama masing-masing kelompok mempresentasikan satu topik sosiologi, misalkan tentang kekuasaan. Bagian kedua masing-masing kelompok melaporkan pekembangan penelitian mereka di depan kelas. Kami mengajukan sejumlah pertanyaan yang kami kira belum mereka perhatikan. Saya sampaikan kepada mereka bahwa saya ingin makalah mereka tidak berhenti di saya. Saya ingin makalah mereka dibukukan sebagai kenangkenangan kuliah bersama saya. Buku itu nanti tidak saja merekam intelektual mereka, melainkan juga merekam kenangan bagaimana penelitian itu mereka kerjakan selama satu semester. Mereka setuju makalah-makalah mereka akan dijadikan satu dan dibukukan. Ini saya sampaikan juga ke Pak Ahmad Fadhil. Dan tampaknya dia cukup senang.
Makalah-makalah mereka kemudian terhimpun di kotak e-mail saya. Saya unduh dan masukan ke dalam komputer. Lalu saya baca satu per satu. Secara keseluruhan saya cukup senang dengan usaha mereka. Soal kualitas tentu bisa diperdebatkan. Tetapi sebagai permulaan dan proses saya harus mengapresiasi mereka. Untuk dapat dibaca tentu makalah itu perlu memenuhi standar tulisan, setidaknya tidak ada atau sangat sedikit salah ketik dan tatabahasa. Selain itu saya juga ingin memastikan bahwa narasi tulisan mereka bersambung, tidak ada plagiarisme, dll. Bagian pertama yang saya periksa tentu saja pengetikan. Di tahap ini saya hampir angkat tangan. Mereka menulis dengan tidak teliti. Sangat banyak salah ketik.
Dari sini saya merenung tentang kualitas pendidikan mahasiswa di Banten, juga di Indonesia secara umum. Tentu saja masalah ini bukan salah satu pihak. Masing-masing berkontribusi. Dari orangtua yang kurang perhatian
kepada anak-anaknya, guru-guru dan dosen-dosen yang mengajar kurang maksimal, sekolah dan kampus yang kurang berkualitas, juga penguasa yang jahat.
Kumpulan makalah itu sekarang sudah jadi buku. Soal kualitas sekali lagi tidak perlu kita ributkan. Jadikan saja buku ini sebagai album kenangan kita tentang apa yang sudah kita lakukan sepanjang satu semester. Selanjutnya saya ingin mengingatkan kalian dan saya sendiri untuk tidak berhenti belajar. Jangan banyak berharap ke kampus, jangan banyak berharap pihak-pihak luar. Percaya saja bahwa kita punya potensi. Maksimalkan potensi itu. Belajar adalah proses menjadikan kalian emas. Yang namanya emas berharga. Ketika kalian menjadi emas, bersembunyipun kalian akan dicari orang. (Ade Jaya Suryani)