Al-Masa’il al-Muhimmah li al-Jahalah: Kritik terhadap Paham Manunggaling Kawula Gusti di Pesisir Utara Jawa Timur

Sejarah awal perkembangan Islam di Nusantara diwarnai dengan polemik persoalan pemahaman masalah ketuhanan dalam perspektif Tasawuf. Pada abad ke-16 M. di Aceh, buku-buku karya Hamzah Fansuri dibakar, dan para pengikutnya ditangkap oleh penguasa, karena dianggap menganut dan mengembangkan ajaran wujudiyah yang dianggap sesat. Hampir bersamaan, di Jawa muncul seorang tokoh Syekh Siti Jenar yang mengembangkan ajaran Manunggaling Kawula Gusti, sebuah ajaran yang hampir mirip dengan wujudiyah. Atas ajaran ini ia harus berhadapan dengan penguasa Kerajaan Demak yang didukung oleh para wali, dan berakhir dengan hukuman mati karena dianggap ajarannya sesat. Kematian Syekh Siti Jenar di tiang gantungan bukanlah akhir dari ajarang kemanunggalan, pada masa berikutnya muncul beberapa nama seperti; Sunan Panggung, Amongraga, dan Syeikh Mutamakkin, yang dianggap sebagai tokoh yang mengajarkan paham serupa dan pada akhirnya juga harus berhadapan dengan hukuman dari penguasa.

Sumber-sumber naskah kuno mengindikasikan bahwa ajaran kemangunggalan pernah populer di Jawa hingga abad ke-19 M. Di antara naskah-naskah terkenal yang memuat ajaran ini seperti: Suluk Wijil, Serat Cibolek, Serat Dewaruci, Serat Chentini, Serat Wirit Hidayatjati dan lain sebagainya. Bahkan Ricklefs memahami, pasca runtuhnya Kerajaan Demak dan beralihnya pusat kerajaan ke pedalaman, paham Manunggaling Kawula Gusti, bukan saja diterima, bahkan merupakan tujuan tertinggi dalam mistik Jawa, tidak hanya di kalangan keraton, tetapi juga di kalangan ulama dan santri juga menerima paham ini sebagai bagian dari tujuan praktik mistik.

Melalui buku ini, penulis berupaya untuk menghadirkan suntingan teks kuno yang berjudul al-Masa’il al-Muhimmah li al-Jahalah agar mudah dibaca oleh masyarkat dewasa ini, selain itu penulis juga berupaya mengkaji secara kritis teks yang berisi tentang kritik terhadap ajaran-ajaran Tasawuf yang dianggap menyimpang, terutama paham kemanunggalan atara manusia dengan Tuhannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *